Saya tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari saya akan duduk di atas bukit tandus di tepi Laut Kaspia, memandangi api yang tak kunjung padam. Tidak ada korek api, tidak ada minyak tanah. Hanya angin kering yang berhembus dan tanah berbatu yang tampak membara sepanjang hari. Begitulah kesan pertama saya saat akhirnya tiba di Yanar Dag, si “Gunung yang Menyala” di Azerbaijan.
📍 Perjalanan Singkat dari Kota Baku

Perjalanan dimulai dari kota Baku, ibu kota Azerbaijan yang ramai tapi tidak riuh. Jalanan lebar, udara kering, dan gedung-gedung dengan gaya arsitektur Timur Tengah bercampur Soviet lama menyambut langkah saya di pagi hari. Saya memesan taksi daring—sejenis Bolt—dan dalam waktu 35 menit, mobil kami sudah menyusuri kawasan Absheron yang gersang.
Sepanjang jalan, saya melihat ladang gas, pompa minyak tua yang masih aktif, dan sesekali permukiman kecil yang tampak tenang. Ketika sopir menunjuk bukit di kejauhan dan berkata, “Itu Yanar Dag,” saya sempat mengira hanya bukit biasa. Tapi begitu mendekat, saya menyadari satu hal: api memang benar-benar menyala dari perut bumi.
🔥 Api yang Tidak Bisa Dipadamkan
Saya turun dari mobil dengan rasa penasaran bercampur kagum. Api di depan saya membentuk garis horizontal di lereng bukit, panjangnya mungkin lebih dari sepuluh meter. Tidak ada suara menggelegar atau bau menyengat. Yang terasa justru tenang dan sunyi, hanya suara api kecil yang bergoyang diterpa angin.
Pemandu lokal yang ramah menjelaskan, “Gas metana keluar dari celah tanah, lalu menyala secara alami saat bersentuhan dengan udara.” Konon api ini sudah menyala selama ratusan tahun, dan tidak pernah benar-benar padam, bahkan saat hujan lebat sekalipun. Tidak heran jika banyak orang zaman dulu menganggap tempat ini suci.
🕰️ Sejarah yang Terbakar di Lereng Bukit
Cerita Yanar Dag tidak bisa dilepaskan dari sejarah keagamaan dan kebudayaan Azerbaijan. Jauh sebelum negara ini dikenal sebagai produsen minyak dan gas, masyarakatnya telah mengenal api sebagai elemen spiritual. Zoroastrianisme, agama kuno yang menjadikan api sebagai simbol penyucian, pernah menjadikan tempat ini sebagai pusat ritual.
Saya sempat bertanya, “Jadi mereka menyembah api?”
Pemandu menjawab pelan, “Bukan menyembah, tapi menghormati. Api adalah cahaya, kehangatan, dan simbol pencerahan.”
🌅 Senja yang Tak Akan Saya Lupa
Saya datang menjelang sore, dan itu adalah keputusan terbaik. Saat matahari mulai tenggelam, warna langit berubah menjadi oranye kemerahan. Sinar senja bercampur dengan cahaya api menciptakan lukisan alam yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Beberapa pengunjung lain duduk diam, seolah memahami bahwa ini bukan tempat untuk berisik.
Saya duduk di bangku batu yang disediakan pengelola, memandangi api itu sambil menikmati teh hitam yang saya beli dari warung kecil tak jauh dari sana. Tak ada musik, tak ada keramaian. Hanya nyala api dan langit yang perlahan menjadi gelap.
💸 Soal Uang: Gampang dan Tidak Ribet
Satu hal yang saya khawatirkan sebelum ke Azerbaijan adalah soal uang. Tapi ternyata sangat sederhana. Mata uang lokal adalah Manat Azerbaijan (AZN), dan saya menukarkan uang dari dolar di bandara tanpa kendala.
- 1 AZN setara kurang lebih Rp9.000
- Tiket masuk Yanar Dag hanya 3 AZN
- Teh hangat? Cuma 1 AZN
- Saya bayar taksi dari Baku ke Yanar Dag pakai kartu debit, dan semua lancar
Restoran, toko, bahkan pedagang makanan kecil di kota menerima kartu. Saya juga tidak kesulitan menarik uang tunai dari ATM yang tersebar di mana-mana.
🧳 Tips Pribadi untuk Kamu yang Mau ke Sana
- Datang sore hari untuk pengalaman visual terbaik.
- Jangan bawa jaket tebal kalau musim panas—panasnya bisa dua kali lipat di dekat api.
- Bawa kamera atau ponsel dengan mode malam, hasil fotonya luar biasa.
- Luangkan waktu untuk duduk diam, jangan sekadar ambil foto dan pergi.
Oh ya, jangan lupa mampir ke museum mini di atas bukit. Di sana ada panel informasi interaktif yang menjelaskan tentang geologi, sejarah, dan keunikan Yanar Dag. Bahkan anak-anak pun bisa belajar sesuatu dari tempat ini.
🏨 Akomodasi dan Logistik
Saya menginap di pusat kota Baku, di sebuah hotel bintang 3 bernama Sahil Inn, dekat stasiun metro. Harga kamarnya sekitar 20 USD per malam, sudah termasuk sarapan. Di sekitar hotel ada banyak kafe dan restoran, dan semuanya terasa aman dan nyaman.
Untuk menuju Yanar Dag, kamu bisa:
- Pakai aplikasi transportasi (Bolt/Uber)
- Naik bus lokal + jalan kaki (untuk backpacker sejati)
- Sewa mobil harian
✈️ Perjalanan dari Indonesia: Cukup Satu Transit
Saya naik Turkish Airlines dari Jakarta dengan transit di Istanbul. Waktu tempuh total sekitar 16 jam, cukup panjang, tapi lancar. Visa Azerbaijan bisa dibuat online (e-Visa) hanya dalam dua hari, cukup upload paspor dan bayar sekitar 20 USD.
Bandara Heydar Aliyev di Baku sangat modern dan terorganisir. Begitu keluar, kamu bisa langsung pesan taksi online atau naik shuttle bus ke pusat kota.
📖 Catatan Penutup dari Saya
Ada banyak tempat indah di dunia, tapi hanya sedikit yang bisa membuatmu diam tanpa alasan. Yanar Dag adalah salah satunya. Ia bukan tempat dengan wahana atau atraksi. Tapi ada sesuatu yang hidup di sana, di balik api yang terus menyala.
Saya meninggalkan tempat itu saat malam mulai gelap. Tapi nyala api itu tetap membekas dalam ingatan. Ia bukan sekadar fenomena alam. Ia adalah cerita yang tak pernah selesai—terus menyala, sama seperti api yang membara dari perut bumi.
Liburan ke China: Pengalaman Tak Terlupakan dan Transaksi yang Kini Lebih Bersahabat